BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sektor pertanian
menduduki posisi yang sangat strategis dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan bidang perekonomian baik dalam lingkup nasional maupun regional
(Provinsi), karena sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian. Oleh karena itu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan menjadi sangat strategis sifatnya dan dapat ditempuh dengan meningkatkan
produksi tanaman pangan dan perkebunan atau dengan menaikkan harga yang mereka
terima dari produk-produk yang dihasilkannya (Arintadisastra. 2002). Lebih
rinci dikemukkan oleh Simatupang (1998) “ sebagai negara yang sedang
berkembang, pembangunan sektor pertanian di Indonesia masih mendapat prioritas
tingi karena:
1. peranannya yang sangat menonjol dalam
perekonomian, ditunjukkan dengan besarab
persentase kontribusi sektor pertanian terhadap PDB;
2. menunang perekonomian pedesaan dimana
sektor sebagian besar penduduknya bermukm;
3. sebagai penyerap tenaga kerja
terbesar;
4. pengaruhna yang besar terhadap
dinamika inflasi karena memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen;
5. sebagai penyedia bahan baku sektor
industri, memnuhi sektor jasa dan sektor-sektor lainnya
6. sebagai pengasil bahan kebutuhan
pokok bagi penduduknya, dan;
7. akselerasi pembangunan sektor
pertanian sangat penting dalam rangka mendorong ekspor dan mengurangi impor.
Bagi provinsi Jambi, sektor pertanian merupakan modal dan penggerak utama roda
perekonomian secara keseluruhan. Dengan
kata lain pertumbuhan perekonomiannya sangat tergantung pada dinamika sektor
pertanian. Bila sektor pertanian tumbuh
dengan baik, sektor-sektor lainnya akan ikut bergerak dan sebaliknya, bila
sektor pertanian mengalami stagnan atau meglami pertumbuhan yang negatif , maka
pergerakan roda perekonomiannya akan terganggu. Karena perannya yang sangat
penting tersebut, kinerja (prestasi) sektor pertanian baik per tahunmaupun
dalam satu periode tertentu perlu dipantua secara berkesinambungan, disamping
sebagai bahan evaluasi juga dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam
penyusnan perencanaan sampai pada pelaksanaan program pembangunan pertanan yang
lebih terarah pada masa-masa berkutinya.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui mengenai Pengertian
Peratanian Rakyat dan Perusahaan Perkebunan
2. Mengetahui mengenai Pertanian Di
Provinsi Jambi
3. Mengetahui mengenai Data
Pertanian Komoditas padi dan
Palawija di Provinsi Jambi
4. Mengetahui mengenai Gambaran Umum
Pertanian di Provinsi Jambi
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Peratanian Rakyat dan
Perusahaan Perkebunan
B.
Pertanian Di Provinsi Jambi
Selama periode 2000 –
2005 kontribusi sektor pertanian Provinsi Jambi terhadap PDRBnya, baik
berdasarkan harga berlaku maupun berdasarkan harga konstan menunjukkan
kecendrungan yang s emakin menurun.
Berdasarkan harga berlaku dari 32,18 % pada tahun 2000 Menjadi 26,92 %
pada tahun 2005. Berdasrkan hara konstan
dari 32,18 % pada tahun 2000 menjadi 30,20 % pada tahun 2005. Walalupun secara
persentase kontribusinya semakin menurun, namun secaa nominal mengalami
kenaikan. Berdasarkan harga berlaku
pertumbuhannya mencapai 15,34 %/tah, sedangkan berdasarkan harga konstan pada
tahun 2000 pertumbuhannya 4,35 %/th.
Sebaliknya pada agregat sektor non pertanian persentase kontribusinya
terhadap PDRB cenderung meningkat. Hal
ini menunjukkan bahwa pembangunan bidang ekonomi sudah mengarah pada
keberhasilan. Indikatornya adalah terjadinya tranfromasi struktural
perekonomian dari sektor pertanian ke sektor lain terutama ke sektor industri
pengolahan (J suprant, 1983). Secara rinci perkembangan distribusi nilai
nominal dan persentase kontribusi sektor
pertanian dan agregat sektor non pertanan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kontribusi sektor pertanian dan agregat
sektor non pertanian terhadap PDRB Provinsi Jambi Periode 2000 -2005.
Tahun
|
Atas harga berlaku
|
Atas Harga Konstan 1993, 2000 a)
|
||||
Nilai
|
kontri
|
pertum
|
Nilai
|
kontri
|
pertum
|
|
(Rp Juta)
|
Busi (%)
|
buhan(%)
|
(Rp Juta)
|
Busi (%)
|
buhan(%)
|
|
Sektor Pertanian
|
|
|
|
|
|
|
2000
|
3.079.258
|
32,18
|
-
|
3.079.258
|
32.18
|
-
|
2001
|
3.522.932
|
30,55
|
14,41
|
3.193.569
|
31.29
|
3,71
|
2002
|
4.159.218
|
29,84
|
18,06
|
3.348.407
|
31
|
4,85
|
2003
|
4.729.041
|
29,69
|
13,70
|
3.467.459
|
30.56
|
3,56
|
2004
|
5.311.137
|
28,75
|
12,31
|
3.643.091
|
30.48
|
5,08
|
2005
|
6.279.357
|
26,92
|
18,23
|
3.811.541
|
30.2
|
4,61
|
Rata-Rata
|
4.476.442
|
2,16
|
15,34
|
3.423.988
|
30.95
|
4,35
|
Agregat Sektor NonPertanian
|
|
|
|
|
|
|
2000
|
6.489.985
|
67,92
|
-
|
6.489.985
|
67,92
|
-
|
2001
|
8.308.852
|
69,45
|
28,03
|
7.012.023
|
68,71
|
8,04
|
2002
|
9.781.320
|
70,16
|
17,72
|
7.456.016
|
69,00
|
6,33
|
2003
|
11.199.480
|
70,31
|
14,50
|
7.876.021
|
69,46
|
5,63
|
2004
|
13.173.237
|
71,25
|
17,62
|
8.310.194
|
69,52
|
5,51
|
2005
|
14.433.573
|
73,08
|
9,57
|
8.808.431
|
69,80
|
6,00
|
Rata-Rata
|
10.564.408
|
70,84
|
17,49
|
7.659.270
|
69,05
|
6,30
|
Sumber : a. BPS dan bappeda Provinsi
Jambi (2006)
b. Diolah (2007)
Keterangan: *) Dari 8
(delapan) sektor dengan migas
Secara umum angka
pertumuhan yang banyak digunakan untuk menilai pertumuhan ekonomi adalah
rata-rata pertumbuhan berdasarkan angka konstan. Baik bedasarkan harga berlaku maupn
berdasarkan harga konstan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan menggunakan pertumbuhan
baerdasarkan harga berlaku adalah pertumbuhan tersebut sudah memasukkan unur
inflasi, yang menggambarkan kondisi perekonoman yang sesuangguhnya. Sedangkan pertumbuhan berdasarkan harga
konstan kelebhannya dapat digunakan untuk mengevalasi kemajuan perekonomuam
dari sisi produksi dalam satu periode tertantu. Dilhat lebh rinci, dari semblan
sektor, rata=trata pertumbuhan sektor pertanian berada di urutan ke delapan di
atas sektor pertabangan dan penggalian.
Sektor industri pengolahan) dan jasa yang dihrapakan dapat menampung
limpahan tenaga kerja sektor pertanian dan sumbangannya terhadap PDRB terus
bertambah sebanding dengan penurunan kontribusi sektor pertanian, hanya berada
pada uruatan keenam dan ketujuh dengan pertubuhan masing-masing 5,20 %/th dan 4,93
%/h.
C.
Data Pertanian Komoditas padi dan Palawija di Provinsi Jambi
Luas panen padisawah,
padi ladang dan 4 9empat) tanaman palawija utama selama periode 2000 – 20005
mengalami penurunan sebesar 11,15 % dari 195.715 ha pada tahun 2000 menjadi
173.898 ha pada tahun 2005 dengan penurunan 2,30 %/th. Dilihat per tanaman luas areal, penurunan
luas areal panen terbesar terjadi pada luas panen padi ladang seluas 10.455 ha,
diikuti luas panen padi sawah 5.006 ha, dan luas panen ubi kayu 1.916ha. sedangkan dilhat dari pertumbugan (%/th),
penuruanan terbesar terjadi pada tanaman kedelai diikuti jagung dengan laju
penuruanan masing-masing minus 8,33 %/th dan minus 5,18 %/th. Dari keenam
tanaman pangan, walalupun luas panennnya mengalami penurunan tetapi produksinya
pada tahun 20005 lebihtinggi dari tahun 2000 adalah padi sawah dan jagung. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan produksi
dan produktivitas padi sawah dan jagung lebih tingggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan (minus) luas panennya. Bila
pertumbuhan luas panen masing-masing kedua tanaman adalah minus 0,30 %/th dan
minus 5,18 %/th, pertumbuhan produktivitasnya masing-masing 3,48 %/th dan 11,02
%/th (tabel 4). Dengan data tersebut di
atas menunjukkkan adanya perbaikan dalam proses berproduksi tanaman padi sawah
dan jagung, sehinggga posisi Provinsi Jambi sebagai daerah surplus beras tetap
terjaga seperti yang terlhat pada Tabel 3.
Tabel 2. Perkembangan dan pertumbuhan luas panen,
produksi dan produktivitas padi
dan palawija di Provinsi Jambi,
Periode 2000 – 2005.
Tanaman
|
Tahun
|
AG (5/th)
|
|||
2000
|
2005
|
|
|||
Luas panen (ha)
|
|
|
|
||
1. Padi sawah + Padi
ladang
|
171.395
|
156.571
|
1,76)
|
||
2. Padi sawah
|
135.187
|
130.181
|
(0,30)
|
||
3. padi ladang
|
36.208
|
25.753
|
(0,67)
|
||
4. Jagung
|
12.496
|
9.308
|
(5,18)
|
||
5. Kedelai
|
4.301
|
2.798
|
(8,33)
|
||
6. Kacang tanah
|
2.394
|
2.008
|
(2,38
|
||
7. Ubi kayu
|
5.129
|
3.213
|
2,90
|
||
Jumlah
|
195.715
|
171.898
|
(2,30)
|
||
Produksi (ton)
|
|
|
|
||
1. Padi sawah + Padi
ladang
|
536.779
|
581.648
|
1,63
|
||
2. Padi sawah
|
456.884
|
520.38
|
2,65
|
||
3. padi ladang
|
79.895
|
61.268
|
(4,65)
|
||
4. Jagung
|
24.875
|
30.67
|
4,36
|
||
5. Kedelai
|
|
|
6,32)
|
||
6. Kacang tanah
|
2.446
|
2.308
|
(6,75)
|
||
7. Ubi kayu
|
54.594
|
40.737
|
(5,50)
|
||
Produktivitas (t/ha)
|
|
|
|
||
1. Padi sawah + Padi
ladang
|
3,13
|
3,71
|
2,33
|
||
2. Padi sawah
|
3,38
|
4,00
|
3,48
|
||
3. padi ladang
|
2,21
|
2,38
|
1,53
|
||
4. Jagung
|
1,99
|
3,30
|
11,02
|
||
5. Kedelai
|
0,98
|
1,33
|
6,87
|
||
6. Kacang tanah
|
1,02
|
1,15
|
2,47
|
||
7. Ubi kayu
|
10,64
|
12,68
|
3,65
|
Sumber : Disperta
Provinsi Jambi (2006) diolah (2007)
Keterangan : *) Tidak
termasuk Padi sawah + Padi lading
AG (average Grouth) rata-rata pertumbuhan
selama periode 2000 – 20005
Tabel
3. ketersediaan dan konsumsi beras di
Provinsi Jambi Periode 2000 – 2005
Uraian
|
Ketersediaan (ton)
|
Konsumsi (ton)
|
Neraca (ton)
|
2000
|
315.156
|
315.156
|
18.084
|
2001
|
321.13
|
321.13
|
24.393
|
2002
|
326.373
|
326.373
|
21.908
|
2003
|
359.044
|
338.105
|
20.939
|
2004
|
366.599
|
344.283
|
22.316
|
2005
|
378.31
|
350.083
|
28.227
|
Sumber
: a. Disperta Provinsi Jambi (2003 dan 2006)
b. Diolah (2007)
Penurunan
luas panen padi dan palawija utama disebabkan oleh: (1) terjadinya alih fungsi
lahan tanaman pangan ke penggunaan lain terutama menjadi areal perkebunan
kelapa sawit; (2) bertmabahnya luas areal lahan yang untuk sementara waktu
tidak diusahakan sehingga menjadi lahan tidur; (3 terjadinya serangan OPT yang
eksplosif, dan bencana alam seperti banjir dan kemarau panjang yang menyebabkan
gagalpanen dalama skala besar. Dari
ketifa faktor tersebut di atas, alih fungsi lahan tanaman pangan menjadi areal
perkebunan kelapa sawit merupakan faktor dominan yang menyebabkan terjadinya
penurunan luas panen yang bersifat permanen, sedangkan dua faktor lain bersifat
sementara.
Di
lain ssi dialihkannnya lahan pangan menjadi areal perkebunan kelapa sawit dan
bertambahanya luas areal yang sementara waktu tidak diusahakan sehingga menjadi
lahan tidur disebabkan oleh beberapa faktor.
Diantaranya yang paling menojop adalah hasil yangdiperoleh dari
mengusahakan tanaman panhgan tidak sepadan dengan krobanan (biaya dan tenaga
kerja) yang dikelurkan. Dengan anya
mengusahakan/menanam tanaman pangan petani tidak dapat berhaap banyak untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup keluarganya bahkan untuk mencukupi kebutuhan
minimal (sandang, pangan, dan papan) saja terasa sangat sulit. Sedangkan penghidupam petani kelapa sawit
yang mereka lihat sendiri atau mendengar cerita petani lain jauh lebih baik,
indikator yang digunaamn adalah: (1) kondisi dan perlenkapan rumah yang “bagus”
dan “mahal” ; (2) setiap rumah tangga minimal memiliki satu unit sepeda motor,
dan; (3 mampu membiayai pendidikan anak-anakanya hingga perguruan tinggi
(Minsyah, 2006).
Hasil
yang rendah tidak sesuai dengan korbanan bisa dalam bentuk produksi dan atau
dalam bentuk nilai produksi (harga jual).
Pada kasus di bekas lokasi transmigrasi Muara sabak dan Rantau Rasau
Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang terjadi adalah produksi padi dan tanaman
pangan lainnya telah jauh berkurang.
Sebagai contoh produksi padi yang diperoleh pada tahun 1998 sangat rendah
bahkan beberapa dianataranya tdak lebih dari 0,5 ton GKG/ha (Alihamsyah, dkk
2000).
Akibatnya untuk mencari penghidupan yang lebih
baik, sebagian petani-petani di kedua kecamatan tersebut dalam kurun waktu yang
relatif lama ( 2- 4 tahun) bekerja serabutan, ada yang menjadi buruh tani
terutama menjadi buruh pada perkebunan di sentra-sentra perkebunan kelapa sawit
antara lan: 1) di Kecamatan Merlung Kabupaten Tanjung Jabung Barat; (2) di
bekas lokasi transmigrasi Pamenang Kabupaten Merangin; (3) di bekas lokasi transmigrasi
Sungai bahar dan Petaling Jaya di Kabupaten Muaro Jambi, dan; (4) bahan sampai
di sentra produksi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau (Sitanggang, dkk.
2004). Bagi petani yang tidak “merantau” untukmencukupi kebutuhan sehari-harinya,
mereka menyewa atau menggarap lahan milik petani lain yang kondisi lahannnya
relatif jauh lebih baik, lahan tersebut umumnya di milikii oleh petani beretnis
Bugis antara lain di di desa kampung dalam Kecamatan Berbak (Dulu masuk
Kecamatan Rantau rasau), Lambur Luar Kecamatan Muara Sabak, dan desa-desa lain
yang ada di sekitarnya.
Berbekal
penhalaman menjadi buruh pada perkebuna kelapa sawit, sekembalinnya dari perantauan mengalih fungsikan seluruh
atau sebagian lahan panggannnya menjadi kebun kelapa sawit. Pengalih fungsian lahan pangan ini kemudian
juga diikuti oleh petani-pertani lain.
Hasil penelitian Sitanggang dkk (2004) menemukan bahwa di kedua
kecamatan tersebut di atas, dari 99,20 ha lahan pangan milik 80 responden
(petani) 33,95 ha atau 34,22 % diantaranya paling tidak telah direncanakan
untuk dialih fungsikan menjadi kebun kelapa sawit. Hal tersebut di dukung oleh data yang
diterbitkan oleh Dinas perkebunan Provnsi Jambi(2004 dan 206) bahwa hanya dalam
kurun waktu selama dua tahun (2003 – 2005) luas areal perkebunan kelapa sawit
di Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah bertambah seluas 3.813 ha atau 57,34 %
dari 66.50 ha pada tahun 2002 menjadi 10.403 ha pada tahun 205 (Disbun Provins
jambi, 2006). Luas areal tersebut belum
termasuk kebun kelapa sawit yang dtanam oleh petani secara mandiri (swadaa
murni). Menurut salah seorang staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan setempat
(kabupaten Tanjung Jabung Timur) dalam Minsyah, (2007) luas kebun kelapa sawit
yang ditanam secara mandiri di Kabupaten tanjung Jabung Timur sampai pada tahun
204 tidak kurang dari 4.000 ha.
Pada
kasus di bekas lokasi transmigrasi Pamenang A di Kabupaten Merangin dan
Petaling Jaya di Kabupaten Muaro Jambi, dialhkannya lahan pangan menjadi areal
pertanaman kelapa sawit dipicu oleh tidak tersedianya air yang cukup untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman pangan utamanya padi. Pada msih menanam tanaman pangan satu-satunya
sumber air untuk pertanamannnya adalah air hujan. Hal ini berarti air yang sangat dibuthkan
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung dari hujan dan
umunya hanya tersedia pada muism hujan.
Sedangkan pada musim kemarau disamping ketidak tersediaan air, tanaman
yang diusahalan seringa gagal panen karena terserang karena terserang beberapa jenis hama dan
penyakit.
Faktor
lain yang memicu terjadinya alh fungsi lahan pangan menjadi areal perkebunan
kelapa sawit adalah nilai produksi tanaman pangan sangat fluktuaitf yang
cenderung merugikan petani. Pada masa penanaman hingga menjelang panen harga di
pasar lokal cenderung terus meningkat, begitu memasuki masa panen harga-hara
tersebut mengalami penurunan yang cukup tajam.
Sebagai contoh harga beras di kawasan kegiatan Pewilayahan Komoditas
Pertanian di Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari yang kualitasnya sama
dengan kualitas beras yang dihasilkan petani setempat, 2 (dua) bulan sebelum
hinggga menjelang panen berkisar antara Rp 2.750,- - Rp 3.000,- /kg, pada masa
panen tersebut turun menjadi 2,300,-/kg – Rp 2.600,-/kg dan harga ditingkat
petani hanya berkisar antara Rp 2.000,-/kg – Rp 2.250,-/kg. hal yang sama juga terjadi dengan komoditas
lain yang ditanam petani (Busyra, dkk. Dalam Minsyah, 2007).
Dalam
bahasa ekonomu tinkah laku pasar yang c endrung merugikan petani tersebut merupakan
disinsentif bagi petani untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Bahkan lebih jauh, bila da kesempatan seperti
menjadi peserta sebagai petani plasma pada perusaghaan perkebunan kelapa sawit
baik dari PTPN maupun dari PBS atau adanya program perluasan areal perkebunan
dari pemerintah, atau; mereka sendiri telah memiliki biaya atau dana, mereka
akan mengalihkan sebagian atau seluruh lahan pangannnya menjadi areal
perkebuna kelapa sawit atau karet yang
dianggap (secara ekonomi) jauh lebih menguntungkan.
D.
Gambaran Umum Pertanian di Provinsi
Jambi
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1. Dari uraian-uraian yang telah
dikemukakan pada bagian (BAB III) hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa: 1. Dari sisi pertumbuhan PDRB, pembangunan bidang ekonomi di Provinsi
Jambi selama periode 2000 – 20005 sudah mengarah pada keberhasilan. Salah satu indikatornya adalah terjadinya
transfromasi struktural PDRB, dimana kontribusi sektor pertanianb secara
konsisten mengalami penuruanan dari 32,18 % pada tahun 2000 menjadi 26,92 %
pada tahun 20005. sebalknya pada agregat
sektor non pertanian menalami peningkaan dari 67,92 % pada tahun 2000 ,emkadi
73,08 % pada tahun 2005. walalupun
demikian peranan sektor pertanian masih sangat menonjol dalam menggerakan roda
perekonomiam Provinsi Jambi.
2. Dari siksi lain, meningkatnya
kontribusi agregat sektor non pertanian terhadap PDRB secara konsisten ternyata
secara persentase tidak diikuti peningkatan kesempatan kerja yang konssten
pula. Peningkatan kesempatan kerja pada agregat sektor non pertanian hanya
terjadi pada sub periode 2000 – 2003, pada sub periode selanjutnya (2003 –
2005)mengalami penurunan, sebaliknya pada sektor non pertanian mengalami
peningkatan. Adanya ketida konsistenan
antara kontribusi terhadap PDRB dan pertumbuhan kesempatan kerja in perlu
didentifikasi untuk mengetahui faktor penyebab sesungguhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah, T. ananto,
EE, Supriadi, H. wahyuni, S. Suhartatik, E. Nugroho, K. dan Sutrisna , N.
2000. karakterisasi Lahan Pasang Surut
Di Scheme Rantar rasau dan Pamusiran Wilayah pengembangan ISDP Provinsi
Jambi,> Proyek Peneltian dan Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut
Terpadu –ISDP, Bogor.
Arintadisastra, S.
2002. Membangun Pertanian Modern. Yayaysan Pengembangan Snar Tani,
Jakarta.
Badan Pusat Statistik
dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi, 2006. Indikator Ekonomi Provinsi Jambi, Tahun
2005. Kerjasama Badan Pusat Statistik
dan Badan perencanaan Pembangan Daerah Provinsi Jambi, Jambi.
Dinas pertanian
tanaman pangan Provinsi Jambi, 2006.
data Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun 2005. Dnas Pertanian tanaman Pangan Provinsi Jambi,
Jambi.
Kanisius. 1989. Budidaya Kopi. Kanisius, Jogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar