Senin, 09 Maret 2015

Stay – Edward Benosa Ft. Marion Aunor Lyrics

Stay – Edward Benosa Ft. Marion Aunor Lyrics

risiko likuiditas



BAB II PEMBAHASAN

 A.  Defenisi Likuiditas

Secara umum, definisi likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Dari sudut aktiva,  likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan Dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio reliabilitas.

Apabila bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah “resiko likuiditas“.

Definisi Resiko Likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain:

a)    Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.

b)    Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.

c)    Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.

d)    Selanjutnya Bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.

e)    Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset & Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya dan meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

Oleh karena itu bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik, karena apabila likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuiditas terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas.



B. Jenis – Jenis Risiko likuiditas

1)    Resiko likuiditas pasar dimana resiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting tertentu dengan harga karena kondisi likuditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan dipasar. Contohnya Bank XXX Syariah memberikan bagi hasil yang tidak wajar misalkan 80% (eq.rate 12 %) agar nasabah dana mau menyimpan dananya padahal pada saat yang bersamaan pasar hanya eq. rate 8.5 %.

2)    Resiko likuditas pendanaan dimana resiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan assetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Contohnya Bank Zulfikar Syariah pada saat membutuhkan likuditas, Bank Zulfikar Syraiah tidak mampu menjual obligasi yang dimilikinya walaupun sudah diberikan discount cukup besar.

Selain itu Peristiwa risiko likuiditas yang sering kali terjadi meliputi : Tingkat dimana dibutuhkan penambahan dana dengan biaya tinggi dan atau menjual aset dengan harga discount, Ketidaksesuaian jatuh tempo (maturing mismatch) anntara eraning assets dan pendanaan, Pinjaman jangka pendek (borrow short) dan pembiayaan jangka panjang (lend long) dengan spread yang lebar, dan Kontrak mudharabah mengijinkan nasabah untuk menarik dananya setiap saat tanpa pemberitahuan. Selain peristiwa tersebut, juga terdapat faktor atau penyebab meningkatnya risiko likuiditas yaitu : Penurunan kepercayaan terhadap sistem perbankan, Penurunan kepercayaan terhadap suatu Bank, Ketergantungan kepada deposan inti, Berlebihnya dana jangka pendek atau long term asset, Keterbatasan secara Syariah pada asset securization karena pembatasan untuk menjual utang (sale of debt).

B.     Pengelolaan Likuiditas
Pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan leabilitas (liability management). Melalui pengelolaan likuiditas yang baik, bank dapat memberikan keyakinan pada para penyimpan dana bahwa mereka dapat mengambil dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu bank harus mempertahankan sejumlah alat likuid guna memastikan bahwa bank sewaktu-waktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle, hal ini akan menimbulkan  pengorbanan tingkat bunga yang tinggi. Kedua resiko ketika kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk mencukupi kebutuhan kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat pinalti dari bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena akan mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarkat terhadap bank tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika bank mengharapkan keuntungan yang maksimal akan beresikopada tingkat likuiditas yang rendah atau ketika likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak maksimal.disini tearjadi konflik kepentingan antara mempertahankan likuiditas yang tinggi dan mencari keuntungan yang tinggi.
Pengeleloan likuiditas sangat penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko likuiditas yang disebabkan oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar resiko likuiditas ini tidak terjadi kebijakan manajemen likuiditas yang dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset jangka pendek, seperti kas,
Pada umumnya likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor:
1.      kewajiban reserve yang ditetapkan otoritas moneter atau bank sentral.
2.      Tipe-tipe dana yang ditarik oleh bank.
3.      Komitmen nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi.
Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.  Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayar-nya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi. Dengan demikian maka kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak dengan kewajiban-kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.

C.    Penghitungan Ratio Likuiditas

Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu:
a.             Current Ratio
Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan menduga sampai dimanakah kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka pendek kepada seorang nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya. 
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi kadang-kadang suatu current ratio yang rendah malahan menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat.
Munawwir menyatakan current ratio 200% kadang sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo karena proposisi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
Current ratio= (aktiva lancer : hutang lancar) x 100%




b.            Quick ratio
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena menganggap persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio = ( Aktiva Lancar – Persediaan) : (utang lancar) x 100%




D.    Resiko likuiditas

Bank wajib menyediakan likuiditas tersebut dengan cukup dan mengelolanya dengan baik, karena apla likuiditas tersebut terlalu kecil maka akan mengganggu kegiatan operasional bank, namun demikian likuiditas juga tidak boleh terlalu besar, karena apabila jumlah likuditas terlalu besar maka akan menurunkan efisiensi bank sehingga berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas. Dalam hal Bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah risiko likuditas.
Risiko Likuditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuditas ditentukan antara lain:
1.      Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana;
2.      Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;
3.      Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
4.      Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort.
Apabila kesenjangan tersebut cukup besar maka akan menurunkan kemampuan Bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu untuk mengantisipasi terjadinya risiko likuiditas, maka diperlukan manajemen likuiditas, yang mana pengelolaan likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas.
Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
1.      Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2.      Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
3.      Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih ratarata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
4.      Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
5.      Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank.
6.      Melaksanakan fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya.
7.      meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

E.     Strategi Manajemen Cadangan dan Kebijakannya

Dalam menjaga tingkat profitabilitas bank dan menjaga kepercayaan masyarakat, maka disini sangat diperlukan manajemen resiko. Secara umum yang dimaksudkan dengan risiko adalah sebagai bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau lembaga untuk mencapai tujuannya Dalam pengertian umum di atas belum terlihat gambaran ukuran besar atau luas dampak risiko tersebut terhadap pencapaian tujuan bank
BankIndonesiamendefinisikan manajemen resiko sebagai “serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiayan usaha bank”. Dalam mengaplikasikan definisi resiko tersebut dalam program manajemen resiko, maka semua kegiatan atau usaha yang dilakukan akan melibatkan semua kegiatan yang membutuhkan perhatian, kewaspadaan, pengetahuan yang harus dikembangkan, pengalaman yang memadai serta kemampuan yang terus ditingkatkan. Resiko mempunyai potensi suatu peristiwa terjadi atau tidak terjadi dengan dampak / peluang untung (upside) atau rugi (downside).

Bank dapat terhindar dari resiko yang tidak perlu terjadi dengan cara:
1.      Standarisasi dan memutakhirkan semua kebijakan dan prosedur bank
2.      Mengkaji penetapan limit risiko
3.      Membangun konstruksi portfolio asset
4.      Memanfaatkan keuntungan diversifikasi
5.      Melakukan proses pendidikan mengenai resiko secara berkelanjutan untuk semua pegawai
6.      Membangun budaya manajemen resiko pada seluruh jenjang organisasi


Resiko yang dapat merugikan bank antara lain :
1.      Tidak memadainya modal yang tersedia
2.      Resiko pemberian fasilitas kredit
3.      Resiko kecurangan

Dalam makalah ini akan lebih dikhususkan lagi mengenai resiko likuiditas, Risiko Likuiditas adalah Bila bank tidak mampu memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo karena ekspansi kredit diluar rencana atau penarikan dana yang tidak terduga disebabkan hilangnya kepercayaan pada bank.
Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch  atau Gap antara Rate Sensitive Assets (RSA) dan Rate Sensitive Liabilities (RSL). Bank mengelola risiko likuiditasnya agar dapat memenuhi setiap kewajiban yang jatuh tempo dan menjaga tingkat likuiditas yang optimal. Tujuan tersebut dicapai oleh Bank dengan menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan cadangan likuiditas yang optimal, mengukur dan menetapkan limit untuk risiko likuiditas serta penyusunan contingency plan.
Tingkat likuiditas Bank diukur dengan besarnya tingkat cadangan primer dan cadangan sekunder yang dipelihara Bank serta rasio likuiditas lainnya. Pengukuran rasio likuiditas Bank meliputi struktur pendanaan, expected cash flow, akses pasar dan asset marketability. Pengelolaan cadangan primer dan cadangan sekunder adalah untuk keperluan pendanaan operasional harian dan sebagai buffer untuk mengcover penarikan dana yang tidak terduga.
Asset Liability Management Sering disebut dengan ALMA, merupakan alat utama untuk mengendalikan risiko pasar : suku bunga, nilai tukar dan risiko likuiditas

Kebijakan ini memuat:
1.      Penetapan limit risiko oleh Asset Liabities Committee
2.      Prosedur dan dokumentasi yang harus dipenuhi
3.      Analisis yang harus dilakukan
4.      Metode untuk mengendalikan eksposur suku bunga dan kurs
5.      Menetapkan otorisasi dan proses menangani penyimpangan terhadap kebijakan
6.      Sistem penetapan harga dan penilaian pasar


Bank dapat membiayai kebutuhan nasabah / operasional dari beberapa sumber :
1.      Mendapatkan dana dalam bentuk simpanan jangka pendek dan jangka panjang
2.      Meningkatkan pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang
3.      Meningkatkan modal
4.      Menjual altiva bank

Beberapa apek kunci dalam perspektif  pengendalian risiko likuiditas  a.l.:
1.      Menyusun strategi pendanaan khususnya pada kondisi pasar yang kurang menguntungkan
2.      Mempersiapkan pedoman yang jelas mengenai pengelolaan risiko likuiditas sesuai dengan strategi yang diambil
3.      Aktif mengukur posisi likuiditas bank
4.      Mengkaji rencana darurat keuangan bank agar mampu mengatasi masalah likuiditas dengan biaya yang relatif murah


Contoh
Krisis yang melanda Indonesia, mulai mengenai perbankan dengan timbulnya masalah kekurangan likuiditas (liquidity mismatch), semula dialami oleh beberapa bank, tetapi kemudian menjadi sistemik. Krisis likuiditas secara sistemik, yang dialami perbankan dimulai sekitar pelaksanaan kebijakan pencabutan ijin usaha atau likuidasi 16 bank tanggal 1 November 1997. Kepercayaan terhadap Rupiah yang menurun sejak terjadinya gejolak moneter bulan Juli 1997 menjadi lebih buruk lagi setelah diterapkan sistim nilai tukar yang mengambang secara bebas pada pertengahan Agustus 1997. Pembelian mata uang dollar (USD) atau penjualan aset rupiah ramai dilakukan, dimulai oleh pelaku pasar asing, akan tetapi kemudian diikuti oleh pemain pasar dalam negeri dan pemilik dana dalam negeri.
Strategi
Pemerintah menghadapi perkembangan ini dengan melakukan pengetatan moneter, dengan menggunakan tindakan fiskal (melalui pengurangan pengeluaran rutin maupun pembangunan dari APBN), kebijakan moneter (langkah BI menghentikan pembelian SBPU bank-bank dan peningkatan suku bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat), dan tindakan adminsitratif (instruksi Menkeu ke pada berbagai Yayasan dan BUMN untuk mengalihkan deposito mereka menjadi SBI).


KESIMPULAN
            Secara umum, pengertian likuditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai.
Fungsi dari likuditas secara umum untuk :
1.      menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari;
2.      mengatasi kebutuhan dana yang mendesak;
3.      memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan memberikan fleksibiltas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan.

Dalam likuiditas terdapat dua resiko yaitu: Pertama resiko ketika kelebihan dana dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle. Kedua resiko ketika kekurangan dana
Pada umumnya likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor:
1.      kewajiban reserve yang ditetapkan otoritas moneter atau bank sentral.
2.      Tipe-tipe dana yang ditarik oleh bank.
3.      Komitmen nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi.
Alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas perusahaan, yaitu:
1.      Current Ratio
2.      Quick ratio
Risiko likuiditas timbul secara alamiah sebagai akibat dari mismatch struktur aktiva dan pasiva Bank.
Cadangan primer ada dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia serta kas di kantor-kantor cabang.