BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Perdagangan ekspor dan impor memegang peranan sangat penting
dalam kehidupan bisnis di Indonesia, tidak saja ditinjau dan segi lalu lintas
devisa melainkan juga atas sumbangannya kepada pendapatan nasional. Pemerintah
telah berusaha keras untuk mendorong laju perdagangan ekspor produk non migas.
Sebagaimana
di dalam Pilar Negosiasi WTO di Bidang Pertanian :
1.
Bantuan Domestik
Isu penurunan subsidi negara maju dan pengurangan de
minimis, yaitu dana yang dapat digunakan suatu negara 10 persen dan total nilai
produksi pertanian untuk di aIokasikan membangun sektor pertanian.
2.
Kompetisi Ekspor
Isu penghapusan subsidi ekspor dan elemen-elemennya dan
negara maju, seperti kredit ekspor, asuransi dan garansi ekspor dan negara maju
untuk memasarkan produk pertanian ke negara berkembang Berbagai macam fasilitas
dan kemudahan ekspor telah diberikan, antara lain penurunan suku bunga kredit
ekspor, pelunakan kewajiban para eksportir untuk menjual hasil devisa ekspor
mereka ke Bank Indonesia, penyediaan fasilitas asuransi ekspor. Pemerintah juga
telah mendirikan Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), sebuah badan
pemerintah dibawah naungan Departemen Perdagangan. Badan ini bertindak sebagai
jembatan yang bilamana diperlukan dapat menghubungkan para ekportlr nasional dengan
importir luar negeri. Dengan semakin majunya ekonomi suatu Negara, maka semakin
banyak kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk kepuasan hidup masyarakat.
Barang kebutuhan itu belum tentu dapat dihasilkan oleh Negara itu sendiri dan
harus dibeli dan Negara lain. Negara-negara berkembang menghasilkan bahan baku,
sehingga masing-masing pihak saling membutuhkan. Akhirnya mereka saling terikat
dalam suatu perdagangan barang karena faktor kebutuhan dan terjalinlah
hubungan-hubungan antara pengusaha yang satu dengan pengusaha dan Negara yang
berbeda. Akan tetapi kegiatan ekspor-impor jangan merugikan masyarakat luas,
seperti halnya kasus Inkud yang mengimpor 60.000 ton beras, namun hanya
membayar bea masuk 700 ton, pada tahun 2003 dengan jelas memperlihatkan
penyimpangan impor beras. Impor beras selalu menjadi isu sensitif . Perubahan
rezim dan juga perubahan bentuk usaha menjadi perusahaan umum tidak dengan
sendirinya mengubah citra Perum Bulog.
B. MASALAH POKOK
Berdasarkan
pendahuluan yang telah di kembangkan maka yang menjadi masalah pokok dalam
makalah ini adalah :
- Ketentuan – ketentuan export – impor
- Perjanjian – perjanjian jual beli International.
- Unsur – unsur jual beli international.
- Hukum Perjanjian Jual beli International.
BAB II PEMBAHASAN
Kasus kapal beras yang terakhir bermula dan data yang
dikeluarkan otoritas Pelabuhan Saigon, Vietnam, pada pertengahan November. Dan
daftar yang dikeluarkan, diketahui ada tiga kapal yang disebutkan bertujuan
Filipina dengan mengangkut beras berkualitas patahan 25 persen. Akan tetapi,
hal ini dibantah Perum Bulog, ketiga kapal ini bertujuan Ciwandan, Indonesia,
bukan Filipina. Kualitas beras patahan 15 persen, bukan 25 persen. Demikian
juga mengenal tidak adanya ekspor Urea dalam kebutuhan tahun 2006 diatas
kemampuan produksi, total kebutuhan pupuk Urea untuk pertanian, perkebunan, dan
industri didalam negeri pada tahun 2006 mencapai 5,49 juta ton, sedangkan
produksi hanya mencapai 5,47 juta ton. Dengan demikian, tidak ada lagi jatah
untuk ekspor pupuk Urea pada tahun 2006. Penyelenggaraan kegiatan ekspor-impor
itu adalah sebagai akibat kontrak-kontrak internasional dalam bidang
perdagangan, kontrak-kontrak itu terjadi antara dua subjek ekonomi yang
bertempat tinggal dalam Negara-negara berlainan.
Negara Indonesia sebagai suatu Negara yang berkembang dan sebagai Negara
produsen dan barang komoditi non migas ingin berperan aktif dan berpartisipasi
dalam kehidupan ekonomi dunia berusaha agar dapat meningkatkan produksi dan
sejalan dengan peningkatan produksi mi perlu ditingkatkan perdagangan dalam
negeri dan luar negeri antara lain menyempurnakan sistem pemasaran sistem tata
niaga yang ada.
Sebagaimana diperkirakan pada ekspor usaha Kecil Menengah akan naik pada tahun
2006 dan 19,2 persen menjadi Rp. 130,36 trilyun dibandingkan pada tahun 2005,
sebesar Rp. 109,363 trilyun. “Kenaikan ini diperkirakan terjadi mulai semester
kedua tahun 2006 karena perekonomian Indonesia lebih stabil dan daya bell
masyarakat meningkat, kata Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha ( Deputi
IV) Kementerian Negara Koperasi dan UKM Hasan Jauhari, Senin (2/1) di Jakarta.
Demikian pula Departemen Perindustrian mengusulkan agar kebijakan yang
mengizinkan impor mesin dan peralatan mesin bekas yang berakhir 31 Desember
2005 tetap diperpanjang. Alasannya, barang modal bekas masih dibutuhkan,
terutama industri rekonstruksi yang terlanjur tumbuh. Demikian diutarakan
Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Ansari Bukhari di Jakarta,
Senin. Dia mengatakan, daftar barang yang tidak boleh diimpor ditambah, bukan
melarang sama sekali impor mesin dan peralatan bekas.
Beberapa
barang memang belum diproduksi didalam negeri dan dibutuhkan oleh industri
rekondisi yang sudah terlanjur tumbuh dengan tenaga kerja yang banyak tetap
boleh diimpor. Apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan secara drastis dengan
menutup Impor mesin dan peralatan bekas, akan berdampak negatif, ujar Ansari.
1.
Ketentuan Impor
- Perusahaan
Rekondisi
Perusahaan Pemakai Langsung Modal Bukan
- Baru
Adalah
perusahaan yang bergerak dibidang usaha jasa pemulihan, perbaikan, dan
pemeliharaan barang modal bukan baru Adalah perusahaan industri, perusahaan
jasa transportasi pariwisata, perikanan, perkebunan, pengusahaan hutan,
pertambangan atau perusahaan konstruksi Adalah barang modal yang masih Iayak
dipakai atau untuk direkondisi guna di fungsikan kembali dan bukan skrap.
Berpartisipasinya
Indonesia dalam perdagangan internasional dapat dibuktikan dengan ikut sertanya
Indonesia dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Adapun pengaturan
lain berupa konvensi tentang Jual Bell Internasional tahun 1955,1964, dan 1980,
membuktikan bahwa kegiatan perdagangan internasional diatur secara menyeluruh
baik dan segi perjanjiannya (konvensi) maupun tata niaganya (GATT).
Akibat
dan keanekaragaman sistem hukum dagang Negara-negara didunia, maka diupayakan
unifikasi dan kodifikasi daripada kaedah-kaedah/norma-norma Hukum Dagang
Internasional agar terciptanya penyeragaman pelaksanaan daripada kegiatan
perdagangan internasional, khususnya mengenai jual beli internasional.
Peranan
lembaga-lembaga Bangsa-Bangsa maupun badan-badan yang berada dibawahnya
seperti, United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), Asian
African Legal Consultative Committee (A.A.LC.C.) dan International Chamber of
Commerce (ICC) sangat besar dalam rangka menciptakan kerangka pengaturan Hukum
Internasional dalam bidang jual-beli.
Perdagangan
Internasional terjadi karena bertemunya subyek-subyek hukum yang bertempat
tinggal di Negara – negara yang berlainan dan telah mengadakan hubungan
perdagangan, misalnya dalam jual bell. Dalam perdagangan Internasional pihak
penjual lazimnya disebut eksportir dan pihak pembeli disebut importer.
Hubungan
perdagangan itu telah terjadi, jika baik penjual maupun pembeli telah mencapai
kesepakatan dalam transaksi jual beli. Lazimnya kalau kesepakatan telah
tercapai oleh kedua belah pihak, maka perdagangan luar negeri itu telah dapat
dilaksanakan.
Secara
prinsip karena adanya kebebasan dalam mengadakan perjanjian (freedom of making
contract), maka para pihak bebas untuk menentukan syarat-syarat yang mereka
kehendaki, misalnya tentang penentuan harga, bagaimana syarat pembayaran harus
dilakukan, siapa yang akan melaksanakan pembayaran, syarat apa yang digunakan
dalam penyerahan barang dan dimana barang tersebut diserahkan. Karena dalam
perdagangan internasional tersebut baik penjual maupun pembeli bertempat
tinggal dinegara yang berlainan dan masing-masing mempunyai sistem hukum yang
berbeda, maka kemungkinan timbul kesulitan untuk menafsirkan suatu ketentuan
tentang suatu hal/syarat yang dicantumkan dalam perjanjian itu.
2. PERJANJIAN JUAL BELI
INTERNASIONAL
Pengertian perjanjian jual bell internasional Iebih luas
dibandingkan dengan perjanjian jual beli domestik. Unsur pembedanya terletak
pada kata “Internasional”, dimana S. Gautama menyatakan bahwa “Apabila terdapat
suatu unsur asing dalam suatu perjanjian yang bersifat internasional, maka
unsur asing atau foreign element inilah yang menyebabkan suatu perjanjian
menjadi suatu perjanjian internasional”.
3. Adapun defenisi daripada
perjanjian jual beli
- E.W. Chance dalam “Principal of Marcantile Law “A contract of sale is a contract whereby the seller transfer of agrees to transfer the property in goods to the buyer for a money consideration called the price, so that a contract of sale may be either an agreement to sell or an actual sale. Where under the contract of sale the property in the goods in transferred from the seller to the buyer, the contract is called a sale; but where the transferred of the property in the goods is to take place at the future time, or subject to some condition there after to fulfilled, the contract is called an agreement to sell. An agreement to sell becomes a sale, when the time elapses or the conditions are fulfilled subject to which the property in the goods is to transferred. (“Kontrak jual bell adalah kontrak dimana penjual mengalihkan atau menyetujui untuk mengalihkan hak milik berupa barang kepada pembeli untuk sejumlah uang yang disebut harga, karenanya, kontrak jual beli juga merupakan perjanjian penjualan atau penjualan sebenarnya, berdasarkan kontrak jual beli dimana hak milik atas benda dialihkan dan penjual ke pembeli, kontrak dinamakan penjualan, tetapi dimana pengalihan hak milik atas benda terjadi pada masa yang akan datang, atau subyek yang memenuhi beberapa syarat, kontrak disebut perjanjian penjualan. Suatu perjanjian untuk menjual menjadi penjualan, bila waktunya berlaku atau syarat-syarat telah terpenuhi oleh subyek yang mana hak milik atas benda di alihkan)”
- R. Subekti menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) : “Suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu ( penjual ) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya ( pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik”
- International Supply Contract menurut Oxford Reference “A contract for the sale of goods made by parties whose places of business (or habitual residence) are in the territories of different states”. (“kontrak jual-beli yang dibuat oleh para pihak dimana tempat dan usaha atau tempat tinggal yang biasanya berada dalam wilayah negaranya berbeda”).
4.
Unsur-unsur pokok perjanjian jual-beli
adalah
barang dan harga. Sesuai dengan asas konsesualisme yang menjiwai hukum
perjanjian data Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian jual-beli
itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya kata “sepakat” mengenai barang dan
harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah. Untuk lebih jelasnya
ditegaskan dalam pasal 1458 KUHPerdata, “Jual — beli dianggap sudah terjadi
antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang
barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum
dibayarkan”. Dalam masalah jual-beli internasional masing-masing pihak akan
menentukan syarat-syarat, bagaimana seharusnya barang akan diserahkan. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut, maka oleh The International Chamber of The
Interpretation of Trade Terms (Peraturan Internasional tentang penafsiran
mengenal ketentuan/istilah perdagangan) yang dalam dunia perdagangan
internasional dikenal dengan “incoterms”.
Menurut The International Chamber of Commerce tersebut
dikatakan, bahwa tujuan dan Incoterms adalah untuk memperlengkapi seperangkat
peraturan internasional tentang penafsiran ketentuan/istilah yang penting yang
boleh dipilih oleh pengusaha yang lebih suka menggunakan ketentuan-ketentuan
internasional yang seragam dan pada penafsiran yang bermacam-macam untuk
istilah yang sama yang digunakan oleh berbagai negara.
Melalui Incoterms ini diusahakan untuk mengatasi masalah
yang timbul dan perbedaan dalam hukum antar negara dan mengusahakan ketentuan
dan kesamaan tafsiran dengan menetapkan suatu pedoman dalam ketentuan
perdagangan Internasional. Pedoman ini ditetapkan melalui pembaharuan yang
mendalam oleh para ahli yang mewakili dunia perdagangan dan seluruh dunia. Jika
suatu pihak yang telah mengadakan transaksi jual-beli tidak mau mengikuti sistem
hukum yang berlaku dinegara pihak lain, maka penggunaan lncoterms merupakan
pemecahannya.
lncoterms tidak menentukan peraturan terhadap
penafsiran atas keseluruhan perdagangan yang digunakan dalam perdagangan
internasional, tetapi memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting saja.
Dengan menggunakan lncoterms ini akan jelas terlihat kedudukan para pihak yaitu
pembeli dan penjual, terutama yang menyangkut hak dan kewajiban mereka
masing-masing dalam kaitannya dengan penyerahan barang dan pihak penjual kepada
pihak pembeli. Dengan digunakannya Incoterms ml, maka setiap kontrak
internasional dalam bidang perdagangan memuat ketentuan-ketentuan/syarat-syarat
yang sesuai dengan Incoterms.
5.
Hukum yang Berlaku Bagi Perjanjian Jual beli International
Sejak semula orang telah sepakat bahwa untuk perjanjian
internasional yang pertama-pertama yang harus diperlukan adalah hukum yang
telah dipilih oleh para pihak sendiri (choke of law) Dalam bidang perjanjian
dimana perseorangan mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri apakah yang
merupakan hukum (partij autonomue), maka juga dalam perjanjian-perjanjian ini
telah dihormatinya prinsip pilihan hukum oleh para pihak.
Adapun
masalah pilihan hukum ini dapat dilakukan atau ditentukan melalui berbagai
teori yang dikenal dalam Hukum Perdata Internasional mengenal hukum yang
berlaku. Mengenal pilihan hukum ini dapat dilakukan pembatasan secara tertentu
dengan tujuan para pihak tidak boleh berlaku sewenang-wenang. Batasan tersebut
dengan cara diberlakukannya asas “Ketertiban Umum” secara terbatas. Dalam
Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata Internasional Indonesia dijelaskan
mengenal ketertiban umum :
“Kaedah-Kaedah Hukum Asing yang seharusnya berlaku menurut
ketentuan-ketentuan Hukum Perdata Internasional Indonesia, tidak dipergunakan
bilamana kaedah-kaedah asing tersebut bertentangan dengan Ketertiban Umum dan
Kesusilaan baik”.
Seringkali
diketemukan dalam praktek dalam kontrak-kontrak yang dibuat oleh para pihak
(Lazimnya klausula yang terakhir), dimana ditentukan sebagai berikut:
“Untuk
pelaksanaan perjanjian ini berlakulah Hukum Indonesia atas Hukum Inggris”.
Artinya para pihak secara tegas melakukan pilihan hukum. Untuk menentukan hukum
yang berlaku apabila tidak ada pilihan hukum dapat dilakukan dengan berbagai teori,
yaitu :
a.
Lex
Loci Contractus
Menurut teori Lex Loci Contractus ini hukum yang berlaku
adalah hukum dan tempat dimana kontrak itu dibuat. Jadi tempat dibuatnya
sesuatu kontrak adalah faktor yang penting untuk menentukan hukum yang berlaku.
Dimana suatu kontrak dibuat, hukum dan negara itulah yang dikapai. Akan tetapi
dalam praktek dagang internasional pada waktu sekarang ini prinsip tersebut
sukar sekali dipergunakan. Jelas sekali hat ini apa yang dinamakan
kontrak-kotrak antara orang-orang yang tidak bertemu, tidak berada ditempat,
“Contract between absent person”. Jika para pihak melangsungkan suatu kontrak
tetapi tidak sampai bertemu maka tidak ada tempat berlangsungnya kontrak
b.
Lex
Loci Solutions
Menurut teori ini hukum dan tempat dimana perjanjian dilaksanakan,
jadi bukan tempat dimana kontraknya ditandatangani akan tetapi dimana kontrak
Itu dilaksanakan.
c.
Teori
The Proper Law of The Contract
Menurut teori ini, maka harus dicari hukum dan pada negara
mana kontrak bersangkutan mempunyai apa yang dinamakan “The mostreal
connection”. Dengan melihat titik-titik taut mana yang paling berat dan atas
dasar inilah dianggap hukum daripada negara dengan mana titik-titik taut ini
terbanyak harus dipergunakan.
d.
Teori
The Most characteristic Connection
Pada tiap-tiap kontrak dapat dilihat pihak mana yang
melakukan karakteristik dan hukum dari pihak yang melakukan prestasi yang
paling karakteristik ini adalah hukum yang dianggap harus dipergunakan karena
inilah yang terberat dan yang sewajarnya digunakan.
BAB III KESIMPULAN
- Pengertian jual-Beli Internasional adalah kegiatan perdagangan yang dilakukan melewati batas teritorial suatu wilayah negara, dimana para pihak (penjual dan pembeli) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang di tuangkan kedalam kontrak.
- Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing, oleh karena itu apabila pihak Indonesia bersengketa dimuka Pengadilan Arbitrase maka hasil keputusan Arbitrase tersebut harus diakui dan telah dapat dilaksanakan oleh pihak Indonesia hal ini membuktikan bahwa Pemerintah Indonesia menghormati asas Hukum Internasional.
- Bahwa Indonesia belum mempunyai perangkat peraturan mengenai Hukum Perdata Internasional Indonesia yang terkodifikasi dan selama ini terdapat dibeberapa peraturan perundang-undangan, seperti : Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Dengan diajukannya Rancangan Undang-Undang Hukum Perdata internasional Indonesia dan disahkan, maka indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan tentang Hukum Perdata yang mengandung unsur asing.
- Pengertian jual beli internasional adalah kegiatan perdagangan yang dilakukan melewati batas teritorial suatu wilayah negara, dimana para pihak (penjual dan pembeli) melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan kedalam kontrak.
BAB IV PENUTUP
Demikianlah makalah yang saya buat mudah – mudahan apa yang saya paparkan bisa
menjadi pelajaran bagi kita semuanya untuk lebih mengenal masalah perdagangan
internasional. Dan apa yang saya tulis salam makalah ini belum sempurna sesuai
apa yang di harapkan dengan ini saya berharap masukan yang lebih banyak
lagi dari dosen pembimbing dan teman – teman semua.
Sekian dan terima kasih atas perhatiannya
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar